Malaikat Hujan - cerpen by Anzalea Nurani


Malaikat Hujan

Sebuah Cerpen oleh Anzalea Nurani

.
Hari sudah semakin sore, namun orang yang ditunggu oleh gadis itu sejak dua jam yang lalu belum juga muncul. Awan kelabu mulai bergerak menutupi langit, angin yang dingin mulai bertiup menerpa kulit. Orang-orang yang sedang menikmati waktu sore mereka di pinggir danau mulai beranjak pergi, karena mereka tahu hujan akan turun tak lama lagi.
.
Namun berbeda dengan gadis itu, ia tetap kukuh tak ingin meninggalkan tempat duduknya sambil menunggu seseorang yang sudah tiga bulan ini menghilang tanpa kabar. Baru dua hari yang lalu mereka berjanji akan bertemu sore itu untuk membicarakan hal yang serius, juga mengambil sebuah keputusan yang serius.
.
Drrrt… drrrt…
Tiba-tiba ponsel gadis itu bergetar setelah sekian lama menunggu kepastian.
.
‘Raina, maafkan aku. Mobilku tiba-tiba mogok di tengah jalan. Sekarang aku sedang menunggu montir untuk datang memperbaikinya. Aku harap kamu mengerti, sebaiknya jangan tunggu aku. Pulanglah. Aku akan mengabarimu lagi secepatnya.
Love
Dirga.’
.
Raina menarik napas panjang setelah membaca pesan dari seseorang yang telah ditunggunya selama dua jam dengan sabar tanpa ada sedikitpun keinginan untuk pergi membatalkan janji. Puluhan panggilan dan ratusan pesan yang dikirimkannya kepada orang yang sedang entah dimana saat itu ternyata dibalas dengan satu pesan yang menghancurkan harapannya. Penantiannya untuk orang itu selalu sia-sia sejak dulu.
.
Selama tiga tahun ia bertahan untuk seseorang yang tidak pernah mempertahankannya dengan sepenuh hati. Ia telah dibutakan oleh cinta yang menyesatkan. Ia terlalu bergantung pada seseorang yang selalu menggantungkan cintanya. Cinta yang awalnya terasa begitu manis kini telah berubah menjadi begitu pahit semenjak mereka memutuskan untuk menjalani hubungan jarak jauh karena keperluan studi masing-masing.
.
Tak terasa tetesan cairan bening mulai meluncur keluar dari mata Raina. Entah sudah berapa kali cairan bening itu keluar dari matanya hanya karena satu orang. Dirga. Kekasih hati yang kini telah berubah menjadi peremuk hati, penghancur segalanya.
.
Dengan segera ia menghapus air matanya. Ia tidak ingin kembali menjadi gadis bodoh dan menangisi seseorang yang ia yakini tidak pernah menangisi dirinya. Sudah cukup sampai disini. Tidak ada lagi Dirga yang selalu membuatnya kecewa. Tidak ada lagi Dirga yang selalu membuatnya menangis. Tidak ada lagi Dirga yang selalu membayangi dirinya. Mulai sekarang ia memutuskan untuk mengakhiri segalanya. Tidak ada lagi Dirga…
.
Tes… tes… tes…
Hujan mulai turun. Hujan… kenapa hujan harus turun saat ini? 
“Aku benci hujan!” hujan yang selalu membuat Raina jujur pada perasaanya sendiri. Hujan yang selalu membuat Raina bisa mengeluarkan segala hal yang menumpuk di dalam hatinya. Hujan yang selalu bisa membuat Raina berani menangis, karena ia tahu tidak akan ada yang mendengarnya menangis saat hujan turun. Dan ia membenci hujan yang selalu seperti itu.
.
Raina sama-sekali tidak beranjak dari tempat duduknya. Semakin deras hujan turun, semakin keras ia menangis. Ia tidak peduli bahkan jika ada orang yang melihatnya, ia hanya ingin mengeluarkan seluruh emosinya. Pandangannya menjadi kabur karena hujan dan air mata, namun ia masih bisa melihat danau yang airnya berwarna kehijauan dari kejauhan.
.
Terlintas dalam pikiran Raina untuk menjatuhkan diri ke dalam danau. Pergi dari kenyataan yang sangat menyakitkan dengan segera, meninggalkan segala luka yang telah membuatnya menderita. Apakah Dirga akan merasa kehilangan jika ia benar-benar pergi untuk selamanya? Apakah Dirga akan menyesali semua perbuatannya saat tahu bahwa ia tidak akan kembali lagi untuk memaafkannya? “Well, let’s see.”
.
Tepat satu detik sebelum Raina berdiri dari tempat duduknya, ia melihat seseorang yang tiba-tiba saja berhenti dihadapannya. Bersamaan dengan datangnya orang itu, hujan pun berhenti mengenai dirinya. Pandangannya masih buram karena air mata dan hujan, namun ia bisa tahu dengan pasti bahwa seseorang yang sedang berdiri dihadapannya ini adalah seorang pria.
.
“Kumohon, tolong berhentilah menangis.” Ucap pria itu. Suara baritonnya terdengar sangat merdu di telinga Raina. Suara itu terdengar asing, namun dalam seketika bisa membuatnya merasa nyaman. Dengan segera ia menghapus air matanya dan mendongkakan kepala untuk melihat wajah pria itu.
.
“Kau siapa?” Raina tampak terkejut melihat wajah pria yang sedang memayunginya dengan sebuah payung besar berwarna biru langit. Wajahnya terlihat tak asing, dengan wajah yang putih bersih dan senyum manisnya itu, ia seperti pernah melihatnya di suatu tempat. Dan aroma tubuhnya juga terasa akrab diingatan…
.
“Kau bahkan bisa melupakan malaikat penjagamu karena adanya pria lain yang selalu ada dipikiranmu itu? Pria lain yang selalu membuatmu menangis di tengah hujan seperti ini, ada dimana ia sekarang? Bukankah kalian seharusnya bertemu hari ini untuk membicarakan tentang kelanjutan hubungan kalian?”
.
“Malaikat penjaga? Apa maksudmu? Bagaimana kau bisa mengetahui…”
.
“Aku tahu semuanya, Raina. Aku tahu. Jangan kau pikir aku selama ini hanya diam saja melihat penderitaanmu itu. Kau tahu, aku yang sengaja membuatmu kehilangan kabar Dirga selama tiga bulan ini. Bahkan aku juga yang sengaja membuat kalian terpisah oleh jarak selama beberapa tahun belakangan, agar kau terhindar dari rasa sakit yang lebih dalam.”
.
“Apa yang telah kau lakukan?! Kau yang melakukan itu semua? Untuk apa? Tak sadarkah kau apa yang telah kau lakukan itu justru malah menambah penderitaanku?!”
.
“Tidak, Raina. Tidak. Justru dengan jauhnya Dirga dari dirimu, itu malah membuatmu terhindar dari pemandangan-pemandangan yang akan lebih menyakiti hatimu. Dengan jauhnya Dirga dari dirimu, kau tidak akan melihatnya jatuh hati dan bermesraan dengan perempuan lain, kau tidak akan melihatnya pulang dalam keadaan mabuk bersama perempuan lain. Kau tidak akan melihatnya menikahi seorang perempuan yang dihamilinya atas tuntutan keluarga. Kau tidak akan melihatnya.”
.
Deg! Apa yang baru saja pria itu katakan? Jadi selama ini, Dirga telah membohonginya? Dirga telah berselingkuh dibelakangnya? Walaupun Dirga selalu bersikap dingin padanya, ia sangat yakin bahwa Dirga tidak akan sampai hati menghianati kepercayaannya.
.
“Itu tidak mungkin. Apa yang telah kau katakan adalah sebuah kebohongan besar! Jadi, pergilah sekarang juga dari hadapanku sebelum aku menampar wajahmu!”
.
“Silahkan saja tampar aku. Tapi aku tidak akan pernah pergi dari hadapanmu, dari hidupmu. Aku akan tetap disini, menjagamu dari segala hal yang akan menyakitimu lebih parah lagi, selamanya. Buktikanlah sendiri.”
.
“Aku tidak percaya padamu! Pergilah sekarang!”
Plakkk! Sebuah tamparan keras mendarat di pipi pria misterius itu. Namun justru malah rasa sakit yang menjalari tangan Raina. Rasa sakit yang benar-benar sakit, menjalar mulai dari telapak tangannya menuju ke seluruh tubuh. Tubunya terasa seperti dipukul dan dihempaskan dengan sangat keras ke tanah. Kemudian semuanya terlihat semakin buram… dan gelap gulita.
.
~****~
.
“Aku cinta kamu, Raina…” terdengar suara Dirga, suara yang sama dengan tiga tahun lalu, saat Raina mendapatkan pernyataan cinta pertamanya. “Percayalah padaku, aku akan segera kembali…” kemudian adegan saat Dirga akan meninggalkannya untuk melanjutkan studi di kota lain muncul. “Hanya kamu, tidak ada yang lain…” kembali terdengar suara Dirga di telepon saat Raina menanyakan kabarnya karena mendengar berita bahwa Dirga sedang dekat dengan seorang perempuan yang lebih cantik darinya.
.
Semua adegan-adengan kebersamaan Raina dengan Dirga kembali bermunculan satu persatu tiada henti dalam. Tetapi kemudian… “Dengan jauhnya Dirga dari dirimu, kau tidak akan melihatnya jatuh hati dan bermesraan dengan perempuan lain…”
.
Deg! Tiba-tiba perkataan pria misterius itu muncul di benaknya. Raina membuka mata dan terbangun dengan terkejut. Ia menyebut nama Dirga. 
.
Rasa bahagia yang teramat-sangat membanjiri dirinya ketika seseorang yang sangat ia rindukan itu ternyata sedang berada disampingnya. Dengan refleks ia langsung memeluk orang yang sangat dicintainya itu.
.
“Dirga. Aku tahu kamu pasti kembali padaku disini. Aku percaya kamu pasti kembali. Terima kasih, Dirga. Terima kasih.” Ucapnya sambil berurai air mata karena masih tidak percaya ia bisa memeluk Dirga lagi.
.
Puluhan kata sayang mereka saling ucapkan untuk saling menguatkan dan saling meyakinkan bahwa tidak akan ada seorangpun yang dapat menggantikan posisi mereka masing-masing didalam hati. 
Dirga meminta maaf pada Raina. Ia sangat-sangat menyesal karena telah membuat Raina masuk rumah sakit karena hipotermia, akibat kehujanan selama dua jam di pinggir danau saat menunggunya.
.
Dirga terlambat datang karena kemacetan di jalan yang terjadi akibat kecelakaan yang melibatkan sebuah truk dengan sebuah bus. Ia telah meminta Raina untuk pulang ke rumahnya terlebih dahulu agar Raina bisa dengan nyaman menunggu Dirga sebelum ia datang untuk menjemputnya kembali. Namun Raina tetap bersikukuh menunggu Dirga di tempat yang sudah mereka sepakati.
~~
Jam sudah menunjukan waktunya bagi Raina untuk beristirahat karena malam sudah semakin larut. Setelah mengucapkan selamat malam, Raina pergi tidur dengan Dirga yang tetap duduk menemaninya di samping ranjang rumah sakit. Sebelum tidur, ia masih memikirkan apa kata pria misterius yang menghampirinya ditengah hujan tadi. Entah itu kenyataan atau hanya mimpi, tapi apa yang telah pria itu katakan telah membuat Raina sangat takut kehilangan Dirga.
.
Beberapa lama setelah Raina memejamkan mata namun belum juga tertidur, terdengar suara nada dering telepon milik Dirga yang segera diangkat oleh pemiliknya.
.
“Halo, sayang” Deg! Sekujur tubuh Raina menegang seketika. “Iya, aku masih di rumah pamanku. Anaknya masih sakit. Bagaimana dengan putri kecil kita? Apa ia sudah tidur? Sayang, suaramu putus-putus. Sayang, kau dengar aku? Sayang… sebentar, aku cari sinyal yang lebih baik…”
.
Tak lama kemudian terdengar suara pintu yang di buka dan di tutup kembali. Dirga telah pergi meninggalkan ruangan tempat Raina dirawat. “Apa yang baru saja aku dengar barusan? Sayang? Putri kecil? Apa Dirga benar-benar sudah…” Raina sudah tidak dapat meneruskan kalimat pertanyaannya lagi. Air mata dengan cepat turun membasahi kedua pipinya. Ternyata memang benar, Dirga telah menghianati dirinya sejauh itu. Tapi kenapa Dirga masih mau berhubungan dengan Raina jika ia sudah…
.
Trek…
Suara pintu terbuka. Dirga kah? Ia sudah siap sedia untuk memaki dan memarahi Dirga jika ia benar-benar datang kembali. Ia sudah siap untuk memberikan tamparan yang keras pada Dirga jika ia kembali memberikan omongan dan harapan palsu pada Raina. 
.
Tapi ternyata, bukan sosok Dirga yang ia lihat datang dari balik pintu. Melainkan sosok pria misterius itu! Ia melihat dengan jelas bahwa pria yang menemuinya di alam mimpi atau dunia nyata beberapa jam yang lalu itu benar-benar ada dihadapannya. Ia mengenakan jas putih yang khas milik para dokter dan tersenyum kearah Raina.
.
“Kau… dokter? Maaf, aku lelah. Sebaiknya Anda pergi sekarang.” Ucap Raina para pria misterius itu dengan suara yang bergetar karena sedikit takut. Namun pria ber jas dokter itu hanya tersenyum dan kemudian tertawa. Jelas, Raina merasa semakin takut.
.
“Mengapa Anda tertawa? Aku mohon pergilah.” Pinta Raina. Namun tawa pria itu justru semakin keras. Pria itu melangkah semakin dekat kearah Raina sambil tersenyum. Wajah itu… aroma tubuhnya… Raina sangat yakin bahwa pria yang ada dihadapannya saat ini adalah pria yang sama dengan pria misterius yang ditemuinya waktu itu.
.
“Akhirnya kau percaya, bahwa pria yang selama ini sangat kau cintai itu ternyata tidak sebaik yang kau bayangkan. Jadi saranku, sebagai… ekhem, malaikatmu, sebaiknya kau harus lebih berhati-hati lagi saat akan melabuhkan hatimu pada seseorang. Jangan biarkan hatimu di genggam oleh seseorang yang tidak betul-betul mengganggapmu berharga. Karena orang itu mungkin bisa saja menjaga dan merawat hatimu, namun orang itu juga bisa saja meremukan dan menghancurkanmu berkeping-keping. Sekarang, kau percaya padaku, kan?”
.
“Itu tidak mungkin. Apa yang telah kau katakan adalah sebuah kebohongan besar! Jadi, pergilah sekarang juga dari hadapanku sebelum aku menampar wajahmu!”
.
“Silahkan saja tampar aku. Tapi aku tidak akan pernah pergi dari hadapanmu, dari hidupmu. Aku akan tetap disini, menjagamu dari segala hal yang akan menyakitimu lebih parah lagi, selamanya. Buktikanlah sendiri.”
.
Raina terdiam, tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi dengan dirinya. Berkali-kali ia mencoba untuk menutup matanya dan berharap bahwa pria itu akan menghilang dan ia akan terbangun di pagi hari dengan tubuh yang berkeringat akibat mimpi buruk. Namun, apa yang ia harapkan tidak kunjung terjadi.
.
.

22 Oktober 2016
Anzalea Nurani

foto by bukiktinggi.com


0 Response to "Malaikat Hujan - cerpen by Anzalea Nurani"

Posting Komentar